– Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Kamis (12/9/2022) mengatakan kematian Mahsa Amini yang memicu protes perlu diselidiki.
Pada konferensi pers di New York, di sela-sela menghadiri Majelis Umum PBB, Raisi mengulangi kesimpulan petugas yang melakukan pemeriksaan mayat bahwa Mahsa Amini yang berusia 22 tahun tidak dipukuli.
Kesimpulan itu diketahui telah ditolak atau dibantah oleh pengunjuk rasa.
Kesimpulan itu diketahui telah ditolak atau dibantah oleh pengunjuk rasa.
“Tapi saya tidak ingin terburu-buru mengambil kesimpulan,” kata Raisi.
Dia menegaskan bahwa jika ada pihak yang bersalah, tentu harus diselidiki.
“Saya menghubungi keluarga almarhum pada kesempatan pertama dan saya meyakinkan mereka secara pribadi bahwa kami akan terus mengusut insiden itu,” ucap Presiden Iran, dikutip dari Kantor berita AFP.
Para pengunjuk rasa, banyak dari mereka perempuan, mengatakan Amini meninggal dalam tahanan polisi moral yang menegakkan aturan berpakaian Iran pada perempuan.
Sementara itu, beberapa jam setelah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi pada unit polisi moral Iran, Raisi menuduh Barat melakukan “standar ganda”.
Dia mengungkit pembunuhan oleh polisi di AS dan menawarkan statistik tentang kematian wanita di Inggris.
“Mengapa tidak menyerukan hal yang sama persis bagi mereka yang kehilangan nyawa di tangan penegak hukum dan agen lain di seluruh Barat, Eropa, Amerika Utara, Amerika Serikat?” ucap dia.
“Mereka yang menderita pemukulan yang tidak adil, mengapa tidak ada penyelidikan yang menindaklanjuti mereka?” ungkap Presiden Iran.
Raisi tidak menjawab pertanyaan tentang pembatasan internet di Iran, di mana setidaknya 17 orang tewas dalam kerusuhan sejak kematian Mahsa Amini pekan lalu.
Dia justru merasa menerima protes damai.
“Ini normal dan diharapkan kembali pulih sepenuhnya. Kita harus membedakan antara demonstran dan vandalisme,” kata Raisi.