Suhu politik Indonesia, jelang Pemilu 2024, tampak semakin memanas.
Setelah muncul isu Pemilu 2024 bakal ditunda hingga wacana presiden tiga periode, kini, publik diramaikan dengan pemberitaan pesta demokrasi itu akan berjalan tidak adil dan tidak jujur.
Sebagaimana prinsip dasar yang dimilikinya, Pemilu haruslah berlangsung secara jujur dan adil (jurdil).
Munculnya isu “kecurangan” Pemilu 2024, diawali oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tiba-tiba saja “turun gunung” menyampaikan hal tersebut.
Presiden ke-6 RI itu mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil.
SBY mengatakan, karena adanya informasi tersebut, ia mesti turun gunung untuk menghadapi Pemilu 2024.
“Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).
Ucapan SBY itu terlihat dalam sebuah video viral di media sosial. Video itu juga diunggah oleh akun Instagram DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, @pdemokrat.sumut.
SBY menerangkan bahwa berdasarkan informasi yang diterima, Pilpres 2024 konon akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” kata SBY.
Tanggapan elite parpol
Golkar
Partai Golkar melalui Wakil Ketua Umumnya, Nurul Arifin, meminta semua pihak tak berburuk sangka soal penyelenggaraan Pemilu 2024.
Nurul Arifin menilai, pernyataan SBY itu dilontarkan untuk mengingatkan semua pihak tetap waspada menjelang Pemilu 2024.
“Namun sebaiknya kita tidak berburuk sangka, tapi turut mengedukasi pemilih untuk cerdas, menawarkan politik yang bersih, dan jujur,” kata Nurul saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/9/2022).
Sebaliknya, Nurul Arifin mendorong agar semua partai politik (parpol) fokus memberikan edukasi soal figur calon presiden (capres) yang bakal diusung.
Di sisi lain, menurutnya, parpol tak boleh lupa menyalurkan semangat kebersamaan pada masyarakat untuk menghindari polarisasi.
“Komitmen untuk tidak terpolarisasi dalam politik sara itu malah hal yang penting,” ujar Nurul Arifin.
Hal senada juga disampaikan Waketum Golkar Ahmad Doli Kurnia. Ia menyatakan, hendaknya elite politik tetap menciptakan suasana kondusif jelang Pemilu 2024.
“Nah saya sih berharap termasuk elite tokoh-tokoh politik kita, termasuk Pak SBY juga jangan menciptakan isu yang itu kita khawatir nanti justru mengundang keterbelahan atau perpecahan karena dugannya kan itu masih praduga praduga apa sih yang dikondisikan,” kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.
SBY mengatakan, karena adanya informasi tersebut, ia mesti turun gunung untuk menghadapi Pemilu 2024.
“Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” kata SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).
Ucapan SBY itu terlihat dalam sebuah video viral di media sosial. Video itu juga diunggah oleh akun Instagram DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, @pdemokrat.sumut.
SBY menerangkan bahwa berdasarkan informasi yang diterima, Pilpres 2024 konon akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka,” kata SBY.
PKB
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyarankan SBY mengungkapkan sosok yang bakal membuat kecurangan pada Pemilu 2024.
Pasalnya, ia meyakini bahwa tidak ada satu pun pihak yang menginginkan pemilu berjalan tidak jujur dan adil.
“Oleh sebab itu, agar lebih baik diungkap ini aktornya ini aktor partai, di luar partai, atau kelompok apa. Karena setahu saya partai-partai politik ingin agar pemilu berjalan dengan jurdil (jujur adil)” kata Jazilul saat dihubungi, Senin.
Kendati demikian, ia meyakini bahwa SBY tidak mungkin menyatakan hal tersebut tanpa dasar.
Jazilul berpendapat, SBY tidak main-main saat menyampaikan dugaannya tersebut.
“Namun, kami belum melihat indikator-indikator itu. Belum melihat ada skenario yang nanti terjadi pemilu yang tidak jujur atau pemilu yang tidak adil. Dan semua partai yang saya tahu tidak ingin pemilu itu tidak jujur dan tidak adil,” ujarnya.
PDI-P
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto meminta SBY untuk menempuh jalur hukum atas pernyataan dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Sebab, Hasto menilai pernyataan tersebut cenderung memfitnah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Semua akan fair kalau dilakukan dengan baik melalui jalur hukum daripada membuat pernyataan politik yang cenderung menfitnah Bapak Presiden Jokowi,” ujar Hasto dalam konferensi pers, Minggu (18/9/2022).
Hasto berharap, SBY memiliki sikap kenegarawan dengan melaporkan apa yang telah disampaikan dalam Rapimnas Partai Demokrat terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Hal itu bisa dilakukan dengan melaporkan dugaan kecurangan tersebut kepada aparat penegak hukum atau lembaga penyelenggara Pemilu, baik KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Tanggapan KPU
Pernyataan SBY itu tentu sampai ke telinga para Komisioner KPU.
KPU dengan tegas menepis anggapan bahwa Pemilu 2024 bakal berlangsung tidak jujur dan adil.
“Keraguan publik atas penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 dikhawatirkan tidak luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) adalah kesempatan bagi KPU untuk membuktikan bahwa Pemilu Serentak dapat terselenggara dengan luber jurdil dan berdasarkan prinsip-prinsip nilai-nilai demokratis,” ujar Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com, Senin.
“It is a moment of truth (ini adalah momen/saat pembuktian),” katanya lagi.
Idham memberi contoh soal putusan Bawaslu yang tidak mengabulkan gugatan dari seluruh partai politik yang melaporkan KPU atas dugaan pelanggaran administrasi pendaftaran pemilu.
Dalam putusan atas gugatan sembilan partai politik itu, Bawaslu menilai KPU “tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu”.