JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengkritisi penjelasan Polri soal penyebab kematian ratusan orang di Tragedi Kanjuruhan bukan karena gas air mata.
Ia pun mengingatkan bahwa persoalan yang melibatkan kepolisian dalam tragedi tersebut adalah alasan penggunaan gas air mata di stadion.
“Padahal ada aturan FIFA yang tidak memperbolehkan penggunaan gas air mata dalam mengamankan pertandingan bola di dalam stadion,” kata Arsul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/10/2022).
“Kedua, mengapa gas air mata itu dipergunakan dalam situasi di mana tidak jelas apakah sedang terjadi kerusuhan atau hanya ekspresi berlebihan suporter yang turun ke lapangan,” lanjutnya.
Arsul menuturkan, berdasarkan rekaman video yang viral di media sosial, tidak terjadi perusakan maupun tindakan yang membahayakan keselamatan pemain atau petugas keamanan sebelum tragedi itu terjadi.
Selain itu, Arsul juga mempertanyakan alasan polisi tidak memastikan atau berkoordinasi agar semua pintu stadion terbuka ketika gas air mata digunakan.
Atas dasar itu, Arsul menilai tidak tepat ketika Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo masuk ke ruang komunikasi publik yang bukan merupakan persoalan pokok dalam tragedi Kanjuruhan.
“Perlu pilihan-pilihan isu yang bijak dalam komunikasi publik agar tidak memperburuk citra Polri di ruang publik,” jelasnya.
“Menjelaskan kepada publik dengan mengutip ahli bukannya tidak boleh, namun jangan dengan tone apologi atau membela diri,” sambung Waketum PPP itu.
Lebih lanjut, Arsul menyoroti tindakan Kapolresta Malang Kota Kombes Budi Hermanto yang bersujud bersama para anggotanya pada kegiatan apel pagi di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (10/10/2022).
Adapun aksi bersimpuh dan bersujud itu dilakukan untuk meminta maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bentuk permintaan maaf kepada para korban beserta keluarganya, meski tragedi itu bukan terjadi di wilayah operasionalnya.
Arsul mengatakan, semestinya Polri perlu mengedepankan tindakan semacam itu agar citra Polri tetap baik di mata publik.
“Itu justru menimbulkan citra positif Polri di mata publik,” ujar Wakil Ketua MPR itu.
Sebelumnya diberitakan, Sejumlah pembelaan disampaikan pihak kepolisian terkait penggunaan gas air mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Polisi mengeklaim, penggunaan gas air mata dalam skala tinggi tidak mematikan. Bahkan, menurut polisi, gas air mata bukan penyebab jatuhnya 131 korban jiwa dalam tragedi tersebut.
Menurut polisi, gas air mata tidak mematikan sekalipun digunakan dalam skala tinggi.
Polisi mengeklaim, ini merujuk pada keterangan sejumlah ahli, seperti ahli kimia dan persenjataan sekaligus dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan, Mas Ayu Elita Hafizah, serta Guru Besar Universitas Udayana sekaligus ahli bidang Oksiologi atau Racun Made Agus Gelgel Wirasuta.
“Beliau (Made Agus Gelgel) menyebutkan bahwa termasuk dari doktor Mas Ayu Elita bahwa gas air mata atau cs ini ya dalam skala tinggi pun tidak mematikan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dedi menjelaskan, ada 3 jenis gas air mata yang digunakan saat tragedi Kanjuruhan. Pertama, gas air mata asap putih atau smoke.
Kemudian, gas air mata yang bersifat sedang yang digunakan untuk mengurai klaster dari jumlah kecil. Lalu, gas air mata dalam tabung merah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar.
Dedi menyebutkan, tidak ada toksin atau racun dalam gas air mata yang bisa mengakibatkan seseorang meninggal dunia.
Menurutnya, gas air mata memang bisa menyebabkan mata mengalami iritasi seperti ketika terkena sabun. Namun, itu hanya terjadi beberapa saat dan tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal.
“Semua tingkatan ini saya sekali lagi saya bukan expert (ahli), saya hanya bisa mengutip para pakar menyampaikan ya CS (CS dengan rumus kimia 2-Clorobenzalden Malononitril) atau gas air mata dalam tingkatannya tertinggi pun tidak mematikan,” ujarnya.
Dedi juga mengeklaim, berdasarkan penjelasan para ahli dan dokter spesialis, gas air mata bukan menjadi penyebab kematian para korban di Stadion Kanjuruhan.
Menurutnya, penyebab utama jatuhnya ratusan korban adalah karena berdesakan dan kekurangan oksigen.
“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakita dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” kata Dedi.
Dedi mengatakan, saat itu di stadion banyak orang berdesak-desakan hendak keluar. Inilah yang menyebabkan banyak orang kekurangan oksigen hingga akhirnya tewas.
“Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak,” ujarnya.