Angka Kematian 90 Persen, Kemenkes Bicara Kemungkinan Virus Marburg Masuk RI

Jakarta – Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi ikut menyoroti penyebaran virus Marburg yang meluas di Afrika. Dari semula hanya teridentifikasi di Guinea Khatulistiwa, kini Tanzania ikut melaporkan kasus mematikan virus Marburg.

dr Nadia menyebut saat ini nihil kasus virus Marburg di Indonesia. Meski belum pernah ditemukan di Tanah Air, Kemenkes RI tetap meningkatkan kewaspadaan dengan memperkuat surveilans. Penguatan surveilans tidak hanya pada kasus manusia.

“Belum masuk ya sampai saat ini,” terang dr Nadia saat dihubungi detikcom Selasa (28/3/2023).

“Tapi kita perkuat surveilans di hewan dan manusia,” lanjutnya.

Adapun inang asli dari penularan virus ini merupakan kelelawar Rousettus aegyptiacus. Menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, kelelawar buah yang termasuk kelompok pembawa virus Marburg juga berada di Indonesia.

Karenanya, potensi kemunculan virus Marburg di RI tidak bisa dikesampingkan, meskipun saat ini penularan virus tersebut relatif masih rendah. Terlebih, yang perlu diwaspadai adalah angka kematian mencapai 90 persen.

“Nah bicara potensi walaupun saat ini merebaknya masih di Afrika, tapi trennya meningkat yang hanya tadinya di 1-2 negara, sekarang tercatat di Afrika saja sudah kurang lebih enam sampai 7 negara yang saat ini sudah mengalami outbreak dari virus Marburg,” sambungnya.

Mengutip data WHO, Dicky menjelaskan sedikitnya empat negara yang melaporkan kasus virus Marburg yakni Amerika Serikat, dan tiga negara di Eropa. Sementara penularan di manusia saat ini baru tercatat di Afrika.

“Dan kalau bicara potensi untuk sebaran Marburg virus ke Indonesia, dalam hal ini ASEAN bahkan ke sebagian Australia, itu ada. Termasuk India, termasuk Indonesia, China, karena data yang dimiliki WHO bahwa batas wilayah di mana kelelawar buah yang masuk dalam kelompok pembawa bisa membawa virus Marburg ini itu menjangkau sampai ke bawah wilayah indonesia dan juga Australia, jadi secara potensi ada,

“Nah yang tentunya itu sudah satu aspek yang memperbesar kemungkinan (munculnya virus Marburg) itu,” imbuh Dicky.

Dicky menyebut kemungkinan masuknya virus Marburg ke Asia bahkan Indonesia hanyalah perkara waktu.

“Tapi saat ini risikonya masih rendah, menengah pun belum tapi ini kalau tidak ada upaya mitigasi yang memadai di wilayah negara atau nasional, itu akan meningkat dari yang tadinya rendah bisa menengah bahkan bisa jadi tinggi,” pungkas Dicky.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *