Toyota Ungkap Strategi Elektrifikasi di Negara ASEAN

JAKARTA, KOMPAS.com – Era elektrifikasi kendaraan kian gencar di dorong untuk segera terwujud oleh berbagai pihak, termasuk pelaku bisnis otomotif. Kini hampir semua pabrikan otomotif meluncurkan produk kendaraan listrik terbaik untuk memenangkan pasar. Bahkan, strategi ini diterapkan untuk melancarkan bisnis toyota di ASEAN.

Executive Vice President Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing (TDEM) Pras Ganesh mengatakan ada beberapa strategi yang digunakan Toyota di era elektrifikasi. “Pertama yaitu kesungguhan pada misi pengurangan emisi dan kelestarian lingkungan. Ini adalah elemen penting yang perlu kita pikirkan, dan di sini ada dua elemen yang harus kita bicarakan yaitu adalah misi dari kekayaan kendaraan beroda dan gambaran siklus kehidupan,” kata Pras pada acara Bloomberg CEO Forum: Moving Forward Together, Jumat (11/11/2022).

Pras menyebutkan jika pemanfaatan energi terbarukan di ASEAN tidak terlalu tinggi. Saat ini masih lebih dari 90 persen masih dikuasai oleh sumber energi tidak terbarukan. Namun, jika berbicara tentang biaya, untuk kendaraan menggunakan energi terbarukan jauh lebih tinggi di sebagian pasar Asia. “Sehingga kita harus dapat menciptakan faktor untuk menurunkan harga dan menciptakan lingkungan untuk mempercepat energi terbarukan,” kata Pras.

Mobil listrik Toyota bZ4X

Strategi yang kedua adalah melihat dari sisi ekonomi di dalam bisnis kendaraan listrik. Pelanggan adalah fokus utama dari strategi ini. Menurut Pras, pelanggan harus mampu membeli kendaraan listrik tersebut.

“Pada akhirnya pelanggan memilih dalam membeli kendaraan dan harus memenuhi kebutuhan pelanggan, khususnya terjangkau secara ekonomi,” kata Pras. Pras juga mengatakan jika harga rata-rata kendaraan listrik di India adalah sekitar 10.000-15.000 dolar. Kemudian harga rata-rata di Asia sekitar 15.000- 20.000 dolar. Dan ada kemungkinan di AS lebih dari 30.000- 35.000 dolar. “Bahkan jika kita berbicara tentang menempatkan baterai. Nilai baterai kendaraan listrik di Asia Tenggara mungkin akan menjadi antara 50 hingga 90 persen dari harga kendaraan. Kemudian di AS atau Eropa bisa jadi 20 persen atau lebih tinggi,” ucap Pras.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *