4 dari 100 Anak Usia Dini di Indonesia Pernah Dapatkan Pengasuhan Tidak Layak

Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pola asuh yang baik. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA), disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri.

Ketika orangtua tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, maka tanggung jawab tersebut beralih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap mengacu pada kepentingan terbaik bagi anak.

Maka dari itu, penting dalam menerapkan pengasuhan berbasis hak anak dalam mendidik, merawat, dan memberikan perlidungan yang baik terhadap anak. Pengasuhan berbasis hak anak merupakan upaya memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan keberlanjutan demi kepentigan terbaik bagi anak.  Hak setiap anak adalah tanggung jawab bagi negara, keluarga, dan orangtua.

Bacaan Lainnya

Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak orangtua melakukan pengabaian pengasuhan terhadap anak.

Di Indonesia, 4 dari 100 anak usia dini pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak (Profil Anak Usia Dini, 2021). Persentase anak usia dini yang pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak yaitu sekitar 3,73 persen di tahun 2018 dan menurun menjadi 3,64 persen di tahun 2020. Dalam Indeks Perlindungan Anak, Indonesia memiliki target 2024 sebesar 3,47 persen.

Sebagai upaya percepatan penurunan persentase balita dengan pengasuhan tidak layak di Indonesia, maka diperlukan suatu strategi khusus.

Upaya Suarakan Pengasuhan Berbasis Hak Anak

Plt. Deputi Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Rini Handayani menyampaikan bahwa KemenPPPA merupakan leading sector pengasuhan berbasis hak anak.

Kementerian ini memiliki tugas pencegahan terjadinya pengabaian anak dan meningkatkan kualitas hidup anak. Caranya, yakni dengan penguatan layanan 257 Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang melakukan edukasi dan kosultasi konseling pengasuhan ke keluarga. Kegiatan ini melibatkan konselor dan psikolog.

Ada pula upaya penguatan Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor (2P). Anak-anak di forum ini didorong untuk mengedukasi teman sebaya.

Upaya lainnya yakni melalui peran serta masyarakat dalam Rumah Ibadah Ramah Anak.

“Tempat Ibadah juga dapat melakukan fungsi pengasuhan untuk penguatan bagi orangtua di keluarga,” kata Rini mengutip keterangan resmi KemenPPPA, Selasa (31/1/2023).

Penguatan Kualitas Pemenuhan Hak Anak

Rini berharap, ke depannya seluruh sektor terkait dan lembaga masyarakat melakukan pengembangan dan penguatan kualitas pemenuhan hak anak.

Tujuannya, tak lain untuk mewujudkan perubahan perilaku orangtua dalam melakukan pengasuhan positif tanpa kekerasan. Sekaligus untuk memperkuat ketahanan keluarga, juga untuk mendukung pencegahan anak dari kekerasan dan penelantaran.

KemenPPPA dalam pengembangan otonomi daerah terkait pengasuhan berbasis hak anak juga terintegrasi dalam penyelenggaraan Kabupeten/Kota Layak Anak (KLA). Di mana berbagai pihak terkait perlu memberi akses pada pemenuhan kepemilikan akta kelahiran dan kartu identitas anak (KIA) bagi seluruh anak.

Termasuk juga berupaya memenuhi hak partisipasi anak, hak pengasuhan, hak kesehatan, hak pendidikan, hingga memastikan pemberian layanan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus.

15 Kategori Anak yang Butuh Perlindungan Khusus

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak ada 15 kategori anak yang butuh perlindungan khusus.

Anak-anak yang wajib mendapatkan perlindungan khusus dari negara adalah:

– Anak dalam situasi darurat

– Anak yang berhadapan dengan hukum

– Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi

– Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual

– Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba

– Anak yang menjadi korban pornografi

– Anak dengan HIV dan AIDS

– Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan

– Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.

– Anak korban kejahatan seksual

– Anak korban jaringan terorisme

– Anak penyandang disabilitas

– Anak korban perlakuan salah dan penelantaran

– Anak dengan perilaku sosial menyimpang

– Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orangtuanya.

“Anak-anak yang kita cintai ini berada dalam 91,2 juta keluarga Indonesia, mari bersama kita para orangtua seluruh Indonesia untuk menjaga, mengawasi anak-anak kita. Dan pastikan mereka tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik, spritual, maupun mental,” pungkas Rini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *