Kemenkeu: Kirim Barang Cikarang-Balikpapan Hampir Sama dari Lisbon-Luksemburg

Jakarta – Lembaga National Single Window (LNSW) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui masih mahalnya biaya logistik di Indonesia. Hal itu dikarenakan adanya beberapa penyebab yang membuat proses pengiriman dari hulu sampai hilir tidak efisien.

“Terkait cost logistic itu faktornya bukan hanya di pelabuhan, itu dari hulu ke hilir sampai warehouse (gudang),” kata Kepala LNSW Agus Rofiudin di Menara Kadin Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

Berdasarkan catatannya, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Biaya itu jauh lebih besar dibandingkan Jepang yang hanya 8%, Taiwan 9%, Malaysia 13%, China 14%, dan Thailand 15%.

Salah satu faktor yang membuat mahalnya biaya logistik karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Perpindahan barang memerlukan pergantian moda transportasi dengan bongkar muat di antara perpindahannya.

Saking mahalnya dan lamanya pengiriman logistik di Indonesia, Agus menyebut jarak dari Cikarang-Balikpapan hampir sama dengan Lisbon-Luksemburg. Bahkan disebutnya butuh waktu 10 hari untuk barang sampai ke Balikpapan, sedangkan barang dapat sampai ke Luksemburg hanya dalam waktu 2-3 hari.

“Kita ini negara kepulauan, untuk kirim barang dari Cikarang ke Balikpapan itu hampir sama dengan dari Lisbon ke Luksemburg,” bebernya.

Mahalnya biaya logistik di Indonesia juga dikarenakan kapal dalam keadaan kosong saat pulang. Untuk itu, pemerintah sedang mendorong manifes domestik diwajibkan. Dengan begitu semua kapal bisa mengangkut barang saat pergi maupun pulang dan otomatis biaya menjadi lebih efisien.

“Sistemnya sudah ada sekarang, tapi belum mandatory. Belum semua pengangkut meng-entry barang yang hendak dikirimkan. Kalau semua kapal sudah taat dengan manifes domestik dan mandatory entry, kita tahu potensi barang yang akan diangkut ke timur apa, baliknya juga apa. Ketika data dan informasi itu sudah jadi satu, tentunya akan memudahkan nanti ‘oh ke sana saya harus angkut ini, ke sana nanti ada potensi barang yang diangkut balik’, tentu akan efisien,” ucapnya.

Selain itu, pemerintah juga sedang berupaya menata ekosistem logistik melalui penerapan National Logistics Ecosystem (NLE). Ini merupakan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak berkaitan dengan arus logistik barang, sistem perbankan, sistem transportasi pergudangan dan entitas-entitas lainnya untuk meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan memastikan kelancaran pergerakan arus barang.

“Ini menjadi PR kita bersama, tidak mungkin pemerintah sendiri, tentu kolaborasi dengan swasta sesuai kewenangan dan regulasi tentunya. Saya optimis kalau kita semua kolaborasi, datanya sudah kaya, saya yakin kita mampu untuk menurunkan efisiensi itu,” ucap Agus.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *