Jakarta – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengungkapkan masih banyak data kepemilikan kendaraan yang tidak sesuai. Bahkan, orang-orang yang memiliki lebih dari satu kendaraan memakai identitas orang lain untuk menghindari pajak progresif.
Hal itu disampaikan Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus. Yusri bilang, pajak progresif bukan solusi untuk mengurangi beredarnya kendaraan bermotor di jalan.
“Karena masyarakat Indonesia ini ada duit ya pasti beli kendaraan. Tapi kalau dilakukan progresif, yang terjadi adalah karena setiap kendaraan kedua pajaknya lebih tinggi, ketiga lebih tinggi lagi, sehingga mereka menghindar. Cara menghindarnya apa? (Misalnya) saya punya mobil 5, satu namanya Yusri, yang kedua namanya tetangga, yang ketiga namanya nama saudara, yang keempat kelima nama PT,” ucap Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus dalam sebuah video yang ditayangkan NTMC Polri.
Hal itu membuat validasi data menjadi tidak akurat. Ketidakakuratan validasi data itu menghambat penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
“Kalau nama PT nanti yang melanggar saya, tapi yang ditilang PT-nya, nggak tahu PT siapa kita bikin. Yang melanggar saya, karena pakai nama saudara, yang dikirim surat cinta (surat tilang) saudara itu. Jadi nggak ada fungsinya,” ucap Yusri.
Menurutnya, penggunaan nama orang lain dan nama perusahaan untuk kendaraan dilakukan agar pajak kendaraan bermotor (PKB) menjadi lebih murah. Sebab, dengan menggunakan identitas perusahaan atau memakai KTP orang lain, kendaraan kedua dan seterusnya menjadi tidak dikenakan pajak progresif.
“Jangan lupa, nama PT itu pajak kendaraan bermotornya kecil sekali. Kan akhirnya kasihan, lost pemerintah ini yang seharusnya masuk PAD (pemasukan asli daerah) bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas jalan, akhirnya tertunda,” katanya.
“Makanya kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah, biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut aja bayar pajak progresif,” ungkapnya seperti dikutip Humas Polri.
Yusri menyatakan usulan itu kepada kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati. Hal itu demi pendapatan daerah meningkat. Timbal balik dari pendapatan daerah meningkat ialah fasilitas publik akan dapat maksimal diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.