Bank Sentral Amerika Serikat alias Federal Reserve atau The Fed fokus untuk membendung tingkat inflasi di negaranya. Namun demikian, hal tersebut ternyata berdampak besar untuk negara-negara lain di dunia. Kenaikan suku bunga AS secara tidak langsung membuat bank sentral di negara lain ikut menaikkan suku bunga dengan lebih cepat dan lebih tinggi.
Sedangkan dollar AS menguat dan menekan nilai mata uang negara lain. “Kami melihat The Fed menjadi agresif seperti sejak awal 1980-an. Mereka bersedia mentolerir pengangguran yang lebih tinggi dan resesi. Itu tidak baik untuk pertumbuhan internasional,” kata Kepala Pasar Global ING, Chris Turner, dilansir dari CNN, Jumat (30/9/2022).
The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin selama tiga pertemuan berturut-turut. Sedangkan, kenaikan yang lebih besar diramalkan akan segera terjadi. Hal ini membuat negara lain di seluruh dunia mengikuti langkah tersebut. Langkah ini dibuat karena ketika negara lain tertinggal terlalu jauh di belakang The Fed, investor dapat menarik uang dari pasar keuangan mereka.
Itu berpotensi menyebabkan masalah serius. Dalam sepekan terakhir, bank sentral di Swiss, Inggris, Norwegia, Indonesia, Afrika Selatan, Taiwan, Nigeria, dan Filipina mengikuti The Fed dalam menaikkan suku bunga. Langkah The Fed juga telah mendorong dollar AS ke level tertinggi dalam 20 tahun terakhir dibandingkan sejumlah mata uang utama. Hal ini sebenarnya memberi manfaat bagi orang Amerika Serikat yang ingin berbelanja ke luar negeri. Namun demikian, hal tersebut menjadi berita buruk bagi negara lain karena nilai yuan, yen, rupee, euro, dan pound jatuh.
Baca Juga : Diperbaiki Jelang WSBK Indonesia, Kerb Sirkuit Mandalika Mirip di Misano
Dengan begitu, biaya impor jadi melonjak terutama untuk barang-barang penting seperti makanan dan bahan bakar. Peristiwa ini membuat negara lain mengambil langkah penyelamatan. Jepang misalnya, melakukan intervensi Kamis lalu untuk pertama kalinya dalam 24 tahun untuk menopang yen.
Hal ini lantaran mata uang yen telah jatuh 26 persen terhadap dollar AS sepanjang tahun ini. China mengawasi pasar mata uang setelah perdagangan yuan dalam negeri meluncur ke level terendah terhadap dollar AS sejak krisis keuangan global. Sementara itu, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengingatkan depresiasi tajam euro telah menambah peningkatan tekanan inflasi.
Di sisi lain, Bank Dunia baru-baru ini memperingatkan bahwa risiko resesi global pada 2023 telah meningkat karena bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga pada saat yang sama sebagai respons terhadap inflasi. Tren tersebut dapat mengakibatkan krisis keuangan di antara negara berkembang yang sebagian masih belum pulih dari pandemi.