Putri Candrawathi Tak Terima Disebut Punya Peran yang Sama dengan Ferdy Sambo

Jakarta – Putri Candrawathi tak terima dengan keterangan Ahli Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa yang menyebut Putri memiliki peran yang sama dengan sang suami, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Menurut Putri, dirinya tak mengetahui soal kedatangan Ferdy Sambo ke rumah dinas Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Dia juga mengaku tak mengetahui peristiwa penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

“Mohon izin Yang Mulia, untuk bapak Prof Mustofa sebagai ahli kriminolog, mohon maaf sebelumnya Pak, bahwa saya tidak pernah mengetahui suami saya, Bapak Ferdy Sambo akan ke Duren Tiga, dan juga tidak mengetahui peristiwa penembakan tersebut,” ujar Putri saat diberikan kesempatan menanggapi keterangan saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Bacaan Lainnya

Putri mengaku saat kejadian penembakan terhadap Brigadir J dirinya sedang berada di dalam kamar. “Karena saya sedang berada di dalam kamar tertutup dan sedang beristirahat,” kata dia.

Putri juga merasa kecewa dengan keterangan Mustofa lantaran menghiraukan perasaannya sebagai wanita. Pasalnya, Putri mengaku mengalami tindakan pelecehan dari Brigadir J. Menurut Mustofa, dugaan pelecehan itu tak bisa dijadikan motif pembunuhan.

“Saya juga menyayangkan kepada bapak selaku ahli kriminolog hanya membaca BAP dari satu sumber saja. Karena saya berharap bapak bisa memahami perasaan saya sebagai korban, seorang perempuan korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan. Terima kasih,” kata dia.

Sebelumnya, Muhammad Mustofa menyebut peran mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan sang istri, Putri Candrawathi dalam kasus tewasnya terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tak jauh berbeda.

Brigadir J Tewas Karena Pembunuhan Berencana

Awalnya, Mustofa menyebut tewasnya Brigadir J merupakan pembunuhan berencana. Menurut dia, penembakan terhadap Brigadir J oleh Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E tak lepas dari perencanaan yang dilakukan Ferdy Sambo. Dia menyebut Bharada E sebagai bawahan hanya menjalankan perintah sang jenderal.

“Dia juga paling junior barangkali di sana, sehingga kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil, apalagi dia masih baru menjadi anggota Polisi, takut kehilangan pekerjaan itu barangakali yang berpengaruh. Dan memang ada perencanaan,” kata Mustofa di PN Jaksel, Senin (19/12/2022).

Menurut dia, dalam ilmu kriminologi, di dalam sebuah perencanaan pembunuhan terdapat aktor intelektual yang memiliki peran sebagai pengatur. Sang aktor intelektual membagi pekerjaan kepada para anak buahnya yang kemudian membuat skenario.

“Membuat skenario apa yang harus dilakukan oleh siapa, mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut, setelah itu agar supaya peristiwa tadi tidak terlihat, terindetifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana dan itu perencana tadi kelihatan sekali di dalam kronologi,” kata Mustofa.

Saat diselisik lebih dalam soal peran dari Putri Candrawathi, menurut Mustofa tak jauh berbeda dari Ferdy Sambo. Pasalnya, baik Ferdy Sambo maupun Putri Candrawathi sama-sama memiliki posisi yang lebih tinggi dari terdakwa lainnya.

“Barang kali kalau istri dari terdakwa, barangkali dalam taraf kurang lebih sama, karena majikan, sementara yang lain-lain diikutsertakan itu dalam keadaan dia bawahan sehingga kemungkinan untuk menolak menjadi lebih kecil, apalagi barangkali kerja lama hubungan emosional lebih terbangun sehingga lebih mendorong untuk melakukan,” kata Mustofa.

Peran Terdakwa Pembunuhan

Jaksa kemudian menegaskan peran terdakwa lainnya dalam perkara ini kepada Mustofa. Terdakwa lainnya yakni Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR dan Kuat Maruf.

“Berarti kalau yang selain dari dua terdakwa dan Ibu Putri, yang ketiga ini kategorinya apa?,” tanya jaksa.

“Hanya diikutsertakan,” kata Mustofa.

Selain itu, Mustofa mengatakan dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi tak bisa dijadikan motif pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sebab, menurut dia, bukti pendukung terkait pelecehan seksual itu tidak kuat.

“Artinya kalau tidak ada bukti tidak bisa jadi motif?,” tanya jaksa penuntut umum

“Tidak bisa,” ujar Mustofa.

Pelecehan Seksual Bisa Jadi Motif Pembunuhan

Jaksa kemudian kembali menegaskan apakah tanpa bukti adanya pelecehan seksual bisa dijadikan motif pembunuhan terhadap Brigadir J.

Mustofa menegaskan hal tersebut tak bisa. Menurut Mustofa bukti untuk menguatkan rangkaian peristiwa pelecehan di Magelang juga tidak jelas.

“Yang jelas, adanya kemarahan yang dialami oleh pelaku yang berhubungan di Magelang. Tapi tidak jelas. Tidak jelas. Artinya tidak ada alat bukti ke arah situ? Artinya tidak bisa jadi motif?,” kata Mustofa.

Menurut Mustofa, dugaan pelecehan seksual bisa dijadikan motif pembunuhan asal ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya peristiwa tersebut.

“Bisa sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah hanya pengakuan dari nyonya FS (Putri Candrawathi),” kata Mustofa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *