Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, mengaku terdampak naiknya BBM bersubsidi belum lama ini.
“Berpengaruh sekali ya (kenaikan harga BBM),” kata Ketua HNSI Gunungkidul Rujimanto saat dihubungi wartawan melalui telepon Jumat (16/9/2022).
Baca juga: Aneh! 4 Zodiak Ini Gampang Iri dengan Keberhasilan Sahabatnya Sendiri, Toxic Abis!
Dijelaskannya, untuk sekali melaut kapal jukung nelayan memerlukan Rp 150.000 sampai Rp 450.000 tergantung jarak yang ditempuh. Adapun untuk harga pertalite dicampur oli atau orang lokal menyebut bensin campur dibeli Rp 12.000 per liter.
“Dulu bensin campur Rp 10 ribu. Nah, sekali melaut perlu 15-20 liter BBM,” kata Rujimanto.
Rujimanto mengatakan, para nelayan tetap melaut meski kadang hasilnya tidak memuaskan. Hal ini kadang membuat nelayan sulit. Bahkan untuk menghemat pengeluran, hasil tangkapannya disimpan dan dijual pada hari berikutnya.
“Sisi lain nelayan mau tidak mau harus dijual ikannya karena kalau terlalu lama kan jadi basi dan harga jualnya rendah. Jadi tidak bisa menentukan harga seperti rokok segini tetap dibeli. Kalau ikan semakin lama disimpan semakin tidak laku,” kata dia.
Nelayan sedang panen ikan teri selama sepekan terakhir. Hal ini membantu nelayan dalam situasi paceklik ikan saat ini.
“Karena kan saat ini sudah musim teri laut, menjaringnya saat malam hari. Ini bisa berlangsung selama satu bulan dua bulan,” kata Rujimanto.
Dijelaskannya, jika satu jam mencari 5 kwintal harga jual antara Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kilogram.
“Kalau yang bagus itu saat kemarau panjang, itu kan air laut dingin. Nah, sekarang begitu mau dingin kena hujan panas lagi, nah suhunya tidak sesuai dengan ikan, ikan kan imigrasi,” kata dia.