Efek Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan: Wajah Jenazah Biru, Korban Selamat Alami Pendarahan Mata .

10 hari sudah Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan Aremania selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) berlalu.

Namun trauma dan luka efek dari insiden tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan Aremania itu masih dirasakan para korban selamat hingga sekarang.

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menemukan fakta banyak korban Tragedi Kanjuruhan mengalami pendarahan dalam mata, sesak napas, dan batuk-batuk akibat gas air mata.

Sebelumnya ada keluarga korban yang mengungkap wajah jenazah keluarganya membiru akibat gas air mata.

 

Ditambah lagi Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, tersangka Tragedi Stadion Kanjuruhan sampai meminta korban tewas diautopsi.

Menurutnya autopsi diperlukan agar diketahui, para korban meninggal karena apa.

Apakah meninggal karena berhimpitan atau karena gas air mata.

Karena menurut Abdul Haris banyak korban Tragedi Kanjuruhan yang wajahnya membiru.

Efek Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, Korban Selamat Menderita Pendarahan Mata hingga Sesak Napas

Sudah sepekan lebih Tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan Aremania selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).

Namun trauma dan luka efek dari insiden yang menewaskan ratusan Aremania itu masih dirasakan para korban selamat hingga sekarang.

Saat Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tiba di Malang dan mendatangi sejumlah korban Tragedi Stadion Kanjuruhan, TGIPF menemukan fakta banyak korban mengalami pendarahan dalam mata, sesak napas, dan batuk-batuk akibat gas air mata.

“Fabianca Cheendy Chairun Nisa (14 tahun) yang mengalami pendarahan dalam mata, sesak napas, dan batuk-batuk.”

“Retina matanya sampai detik ini tidak ada warna putihnya.”

“Juga menemui dua bersaudara Rafi Atta Dzia’ul Hamdi (14) dan kakaknya Yuspita Nuraini (25).”

“Sang adik mengalami pendarahan dalam mata dan kakaknya sampai detik ini masih batuk dan sesak napas,” kata Akmal Marhali, seorang anggota TGIPF, Minggu (9/10/2022).

“Begitu juga M Iqbal (16 tahun) yang juga mengalami pendarahan dalam mata serta luka-luka di kaki dan pinggang akibat terinjak-injak.”

“Sementara Ahmad Afiq Aqli asal Jember masih dirawat dengan mata merah, kaki dan tangan patah.”

“Semua gara-gara gas air mata,” tambahnya.

 

Dalam foto yang diambil pada 1 Oktober 2022 ini, sekelompok orang menggendong seorang pria usai pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. - Sedikitnya 127 orang tewas di sebuah stadion sepak bola di Indonesia pada akhir 1 Oktober ketika para penggemar menyerbu lapangan dan polisi merespons dengan gas air mata, yang memicu penyerbuan, kata para pejabat. (Photo by AFP)

Lebih lanjut Akmal mengatakan, saat ini korban yang mengalami luka ringan sebanyak 507 orang, luka sedang 45 orang, dan luka berat sebanyak 23 orang.

Sementara korban yang masih menjalani rawat inap sebanyak 36 orang.

“Para korban luka harus menjalani perawatan intensif.”

“Bukan cuma soal luka jasmani, tapi juga luka rohani.”

“Trauma healing menjadi salah satu yang menghantui.”

“Karena itu, pihak-pihak terkait harus memberikan perhatian khusus.”

“Karena mereka korban hidup pastinya akan mengalami guncangan psikologis yang perlu pendampingan agar bisa menjalani hidup dengan normal,” jelasnya.

Pengakuan Bocah SMP Korban Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan

Raffi Atha Dziaulhamdi (14), pelajar SMPN 2 Kota Malang mengalami iritasi cukup parah di bagian mata.

Iritasi itu terjadi, karena imbas terkena gas air mata di Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.

Saat ditemui di rumahnya yang terletak di Jalan Prof Moh Yamin Gang 2A, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Klojen, terlihat iritasi matanya cukup parah.

 

Di mana pada bagian mata yang biasanya berwarna putih, kini seluruhnya berwarna merah.

Raffi mengatakan, iritasi di kedua matanya itu akibat dari gas air mata yang ditembakkan oleh petugas keamanan.

“Saat itu, saya menonton di Stadion Kanjuruhan bersama kakak saya, Yuspita Nuraini (25) dan beberapa teman lainnya. Ketika itu, kami duduk di Tribun 10,” ujarny, Minggu (9/10/2022).

Saat itu, tiba-tiba aparat keamanan menembakkan gas air mata tepat di hadapannya.

Jaraknya pun cukup dekat, hanya sekitar 2 meter.

Ia pun berada di kepulan asap gas air mata selama 15 menit.

Ia pun panik dan mencoba menyelamatkan diri naik ke area Tribun 12.

“Setelah itu saya sesak, dan di depan saya ada orang pingsan. Dan dari arah belakang, desak-desakan dan dorong-dorongan. Setelah itu, saya enggak bisa nafas, diam lalu pingsan. Kalau tidak salah, saya pingsan selama dua jam,” jujurnya.

Saat ia sadarkan diri, posisinya sudah berada di bawah stadion.

Ia lalu merasakan sakit di bagian mata.

 

dasyat gas air mata kanjuruhan 2

Kemudian, Raffi pun dibawa oleh teman-temannya ke Rumah Sakit Teja Husada, Di sana, ia tak mendapatkan perawatan selama hampir 40 menit.

Hingga akhirnya, ia dibawa pulang oleh teman-temannya dengan kondisi mata yang sudah memerah pekat.

“Mata saya memerah, saat saya sadar dari pingsan. Di rumah sakit itu, saya enggak diperiksa sama sekali. Setelah itu, saya langsung dibawa pulang sama teman-teman,” terangnya.

Setelah itu, ia pun tiba di rumahnya pada Minggu (2/10/2022)

sekitar pukul 02.00 WIB. Ia langsung tidur dan ketika ia bangun, matanya tetap memerah.

Akan tetapi, ia sudah tak merasakan sakit dan pengelihatannya telah mulai normal hingga saat ini.

“Setelah bangun tidur, sudah normal (penglihatan matanya). Cuma memang merah sampai sekarang. Tidak ada kendala penglihatan, sudah seperti biasa,” bebernya.

Sementara itu, ayah Raffi yakni Sutrisno (45) menuturkan setelah melihat kondisi anaknya seperti itu, ia langsung membawanya ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.

Selama dua hari di RSSA, Raffi menjalani pemeriksaan mata dan diberikan 5 jenis obat.

“Cuma dikasih obat, tapi enggak saya tebus. Ada 5 obat, yang tiga obat lainnya enggak ada di luar rumah sakit,” ungkapnya.

“Kalau dia (Yuspita) udah agak sembuhan. Tetapi dia kemarin-kemarin, sempat panas dingin dan sesak,” pungkasnya.

Wajah Korban Tragedi Kanjuruhan Membiru, Benarkan Gas Air Mata Kedaluarsa ?

Penggunaan gas air mata oleh kepolisian hingga berujung tragedi Kanjuruhan terus disorot.

Benarkan gas air mata yang ditembakkan petugas kepolisian sudah kedaluarsa ?

Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, tersangka Tragedi Stadion Kanjuruhan sampai meminta korban tewas Tragedi Kanjuruhan diautopsi.

Menurutnya autopsi diperlukan agar diketahui, para korban meninggal karena apa.

Apakah meninggal karena berhimpitan atau karena gas air mata.

Karena menurut dia banyak korban Tragedi Kanjuruhan yang wajahnya membiru.

Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris Minta Kandungan dalam Gas Air Mata Diungkap

Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, tersangka Tragedi Stadion Kanjuruhan, membeberkan beberapa dugaan terkait meninggalnya ratusan korban jiwa.

Ratusan korban jiwa yang didominasi Aremania itu terjadi selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.

Abdul Haris muncul dalam pers rilis di Kantor Arema FC, Kota Malang, Jumat (7/10/2022).

Selain menyesalkan banyaknya korban meninggal, Abdul Haris juga meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dan mengungkap kandungan apa yang ada dalam gas air mata, hingga membuat ratusan orang meninggal dunia.

Minta Korban Tragedi Kanjuruhan Diautopsi

Menurut Abdul Haris, gas air mata yang ditembakan polisi saat kericuhan tahun 2018 lalu ketika Arema melawan Persib Bandung, berbeda dengan gas air mata yang ditembakan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya.

“Saat tanggal 1 Oktober kemarin, saya masuk ke dalam lapangan dengan mata perih dan sesak napas.”

“Saya masuk ke dalam di situ sudah banyak adik-adik kita, saudara-saudara kita bergeletakan.”

“Mereka saya lihat ada yang lebam mukanya, mukanya membiru, tidak bisa napas.”

“Ada yang sekarat dan saya pegang kakinya dan lehernya, sudah meninggal,” kata Abdul Haris, Jumat (7/10/2022).

Untuk itu pihaknya memohon agar soal gas air mata yang ditembakan pihak kepolisian benar-benar dibuka seterang-terangnya.

Bahkan ia juga meminta agar korban meninggal di-autopsi untuk mengetahui apa penyebab kematian mereka.

“Tolong diperiksa itu gas air mata yang seperti apa.”

“Karena gas air mata yang saya rasakan saat tanggal 1 itu tidak sama ketika kejadian gas air mata tahun 2018.”

“Saat 2018 Aremania bergeletakan masih bisa dikasih kipas dikasih air bisa tertolong.”

“Ini sudah tidak bisa apa apa. Korbannya saya lihat mukanya biru biru semua,” ujarnya.

“Saya juga minta ini di-autopsi agar diketahui ini meninggal karena apa, apakah meninggal karena berhimpitan atau karena gas air mata.”

“Tolong yang punya kewenangan, tolong ini diusut. Saya mohon, kenapa itu harus terjadi.”

“Kalau menghalau agar Aremania tidak masuk ke lapangan kenapa ditembakkan ke pintu evakuasi, kenapa di sana?”

“Di sana itu yang lihat adalah keluarga, anak anak kecil, wanita, yang masih umur belia.”

“Mereka bukan suporter murni tapi mereka keluarga.”

“Pintunya juga sama, SOP nya juga sama seperti 2018. Ini yang jadi beban saya, tolong Aremania, suporter seluruh Indonesia, marilah bersama sama untuk menegakan kebenaran ini sama sama,” jelas Abdul Haris.

Kolase foto Pemakaman jenazah Hutriadi Hermanto (37) di TPU Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Minggu (2/10/2022) dan suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan

Sebelumnya juga muncul dugaan gas air mata yang ditembakan pihak kepolisian kedaluwarsa.

Hal itu kini masih menjadi Investigasi pihak Komnas HAM.

Haris mengaku ikhlas ditetapkan sebagai tersangka.

“Kalau saya dijadikan tersangka saya ikhlas tanggung jawab ini saya pikul, saya takut siksa Allah daripada siksa dunia. Secara moral saya tanggung jawab, saya sebagai ketua Panpel tidak bisa melindungi suporter, adik, saudara saya,” ujarnya sembari menahan tangis.

KOMNAS HAM Curiga Gas Air Mata Kedaluwarsa

Dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa dalam tragedi Kanjuruhan pasca laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya, Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi salah satu yang akan dicermati Komnas HAM.

Komnas HAM yang telah datang langsung ke Malang menemukan indikasi adanya pelanggaran HAM yang dialami Aremania dalam tragedi Stadion Kanjuruhan Malang yang merenggut nyawa 131 orang itu.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam secara terbuka mengatakan dugaan penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa akan turut didalami di samping indikasi pelanggaran HAM yang sudah nampak.

Bahkan dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa itu menjadi kunci pernyataan pihaknya ke petugas medis.

“Gas pasti punya kedaluwarsa itu akan menjadi kunci kami tanya ke medis. Apakah ini karena sesak nafas, kadar oksigen dan lainnya seperti apa,” ujar Choirul Anam, Senin (3/10/2022) di Malang.

Dugaan adanya pelanggaran HAM sangat terbuka terlihat dari banyak video yang beredar di media sosial.

Terkait hal itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menuturkan indikasi pelanggaran HAM memang terlihat dalam insiden itu.

“Kami akan telusuri objektivitasnya seperti apa. Kalau di video yang tersebar diberbagai kalangan memang juga ada tindak kekerasan. Untuk itu kami berharap beberapa hari ke depan seluruh pihak bisa tranparan ke kami termasuk polisi dan TNI,” kata Choirul Anam.

“Kekerasan memang terjadi melakui video yang tersebar, ada yang ditendang ada yang kena kungfu. Tentu semua juga melihat,” tambahnya.

Selain itu, pihak Komnas HAM mengaku masih akan melakukan penelusuran lebih dalam soal gas air mata yang ditembakkan petugas kepolisian ke arah tribune.

Choirul Anam tak menampik jika adanya gas air mata membuat situasi semakin genting.

“Soal penggunaan gas air mata kami sedang telusuri. Kami lihat anatomi stadion pasca pertandingan seperti apa. Agar melihat secara objektif. ”

“Seandainya tidak ada gas air mata maka tidak ada hiruk pikuk. Kami juga sedang telusuri karakter lukanya. Agar bisa melihat peristiwa kemarin seperti apa,” ujarnya.

Selain itu Komnas HAM juga tengah mendalami dugaan penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa.

“Makanya saat kami ingin mendapatkan info itu, kami ingin mendapatkan anatomi dari Stadion Kanjuruhan ketika terjadinya peristiwa itu. Bagaimana exit strateginya?, Konsentrasi massa di mana?. Termasuk korban ini paling banyak jatuhnya di mana? itu sedang kami dalami,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *