Di Balik Isu Kenaikan Harga Mi Instan…

TIDAK diragukan lagi, mi instan adalah “penyelamat” bagi masyarakat Indonesia dari seluruh lapisan ekonomi.

Bagi kaum berduit, mi instan-apapun merknya-dapat menghalau kelaparan tatkala meja makan kosong melompong dan malas menggapai kuliner melalui daring.

Bagi kaum melarat apalagi. Mi instan yang lazimnya berjenis goreng dan kuah seringkali menjadi santapan sehari-hari sampai tiba waktunya uang masuk kantong lagi.

Mi instan juga spesial di mata kalangan mahasiswa yang sebagian besar berduit pas-pasan. Sampai-sampai muncul istilah bahwa mi instan adalah “teman bermain dan belajar” bagi mereka.

Tak heran bila World Instant Noodles Association (WINA) pada Mei 2022 lalu merilis Indonesia dengan 273 juta penduduknya menempati urutan kedua negara yang mengonsumsi mi instan terbanyak di dunia.

Urutan pertama ditempati China. Sementara urutan ketiga hingga kelima ditempati Vietnam, India, dan Jepang.

Negara dengan konsumsi mi instan terbanyak

Atas fakta tersebut, maka menjadi wajar bila isu kenaikan harga mi instan yang mencuat baru-baru ini cukup mengguncang psikologis rakyat Indonesia.

Diketahui, mi instan berbahan dasar tepung terigu. Sama seperti roti dan beberapa jenis kue, tepung terigu terbuat dari gandum.

Sementara itu, dunia kini sedang mengalami krisis gandum. Pasokannya terbatas dan harganya di pasaran tinggi.

Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat, rata-rata harga gandum dunia hingga akhir kuartal II-2022 berada di kisaran 392,4 dolar AS per ton. Harga ini dinilai telah memasuki fase tertinggi.

Penyebabnya, tak lain adalah perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, negara penghasil gandum terbesar di dunia.

Bergantung impor 

Indonesia memang masih menggantungkan pemenuhan gandum nasional untuk kebutuhan industri makanan dan minuman pada impor.

Ketua Umum Aptindo Fransiscus Welirang mengatakan, Indonesia sudah mengimpor gandum dari 30 negara di dunia sejak 22 tahun yang lalu, atau tepatnya tahun 2000.

“Industri terigu di Indonesia tidak pernah membeli gandum dan bergantung dari satu atau dua negara saja,” ujar dia, Minggu (14/8/2022).

Lihat saja infografik berikut ini: 

Data impor gandum di Indonesia

Pada periode 2016-2018, Australia menjadi negara pemasok gandum terbesar ke Indonesia dengan 11 juta metrik ton.

Ukraina dan Kanada menempati urutan kedua negara pemasok gandum ke Indonesia dengan volume impor masing-masing 6,87 metrik ton dan 5,31 juta metrik ton.

Memasuki periode 2019-2021, Ukraina menyalip Australia menjadi negara pemasok gandum terbesar ke Indonesia dengan 9,02 juta metrik ton. Kemudian disusul Kanada dengan 6,69 juta metrik ton dan Australia dengan 5,31 juta metrik ton.

Namun, keadaan berubah ketika pecah perang Rusia-Ukraina, awal 2022. Pasokan gandum dari Ukraina ke Indonesia pada Januari-Juni 2022 anjlok menjadi 5.423 metrik ton.

Padahal, pada periode yang sama tahun 2021, volume impornya mencapai 236.645 metrik ton.

Adapun, pasokan gandum impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu di Indonesia yang naik terus menerus setiap tahun.

Simak di infografik berikut ini:

Kebutuhan tepung terigu di Indonesia

Pada 2016-2018, kebutuhan tepung terigu Indonesia secara berturut-turut mencapai 5,9 juta metrik ton (setara gandum 7,57 juta metrik ton), 6,28 juta metrik ton (setara gandum 8,05 juta metrik ton), 6,53 juta metrik ton ( 8,37 juta metrik ton).

Sementara pada 2019-2021, kebutuhan tepung terigu Indonesia secara berturut-turut mencapai 6,68 juta metrik ton (setara gandum 8,56 juta metrik ton), 6,70 juta metrik ton (setara gandum 8,60 juta metrik ton), dan 6,96 juta metrik ton (setara gandum 8,92 juta metrik ton).

Harga mi instan tidak naik 

Tersendatnya rantai pasok gandum dari Ukraina memunculkan kekhawatiran dalam negeri akan naiknya berbagai produk makanan berbahan dasar gandum, termasuk makanan favorit kita semua, mi instan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada awal Agustus 2022 sempat mengutarakan kekhawatiran itu. Ia mengatakan, terdapat kurang lebih 180 juta ton gandum di Ukraina tidak bisa keluar dari negara tersebut. Sementara, Indonesia menjadi salah satu negara yang bergantung pada impor gandum.

“Jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya tiga kali lipat itu, maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini,” ujar Syahrul dalam webinar Strategi Penerapan GAP Tanaman Pangan Memacu Produksi Guna Antisipasi Krisis Pangan Global, Senin (8/8/2022).

Pernyataan Syahrul sontak menghebohkan publik. Isu kenaikan harga mi instan menjadi perbincangan di mana-mana.

Mi instan tersusun di rak yang tersedia di TransMart Pangkalpinang. Harga mi instan diperkirakan akan naik hingga 3 kali lipat.
KOMPAS.com/HERU DAHNUR
Mi instan tersusun di rak yang tersedia di TransMart Pangkalpinang. Harga mi instan diperkirakan akan naik hingga 3 kali lipat.

Sebelum isu tersebut mencapai puncaknya, produsen mi instan skala besar, menyampaikan informasi yang cukup membuat tenang.

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang meyakini krisis pasokan dan melonjaknya harga gandum dunia tidak akan terlalu berdampak kepada harga mi instan.

Franciscus mengatakan, harga mi instan tidak akan naik tiga kali lipat karena kesulitan impor gandum akibat perang Rusia-Ukraina sebagaimana yang diungkapkan Menteri Pertanian.

Hal ini lantaran komponen dalam pembuatan mi instan tidak hanya gandum saja. Porsi gandum atau tepung terigu dalam ongkos produksi sendiri hanya sekitar 15 persen. Dengan demikian, kenaikan harga gandum tidak akan langsung membuat harga mi instan naik.

“Mi instan itu kan bukan hanya terigu, komponen terigunya juga tidak besar-besar amat,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/8/2022).

Franciscus juga menjelaskan bahwa harga mi instan terbukti tahan terhadap kenaikan harga ketika bahan baku lainnya juga mengalami kenaikan harga.

“Coba cabai kemarin naik tinggi, memangnya harga mi ikut naik? Padahal kan ada cabai dalam proses pembuatannya. Terus pas harga minyak goreng naik, mi memangnya naik? Kan tidak. Jadi memang enggak begitu berdampaklah,” kata dia.

Faktor yang mungkin menyebabkan naiknya harga mi instan justru adalah harga bahan baku kemasan. Sebab, sekitar 30 hingga 40 persen ongkos produksi berada pada kemasan.

Tak seperti industri besar di atas, kondisi memprihatinkan justru terjadi pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang memproduksi makanan berbahan dasar tepung terigu lainnya.

Rumah produksi Roti Pakde yang terletak di Kulon Progo, Yogyakarta, salah satunya. Kenaikan harga gandum dunia turut mengerek harga tepung terigu yang biasa digunakan sebagai bahan utama pembuat rotinya.

Pemilik pabrik Roti Pakde, Eli Rusadi (40) mengungkapkan, dulu harga tepung terigu hanya Rp 145.000 per 25 kilogram. Setelah krisis terjadi, harganya menjadi Rp 260.000

Situasi memburuk karena kenaikan harga tepung terigu diikuti kenaikan harga bahan baku lainnya. Mentega yang biasanya seharga Rp 130.000 per karton isi 15 kilogram naik menjadi Rp 260.000 per karton. Harga telur ayam juga turut naik sampai Rp 30.000 per kilogram.

Dalam situasi sulit ini, Eli harus pintar berstrategi. Sampai sejauh ini, ia hanya mengurangi bahan baku telur dan mengurangi ukuran roti, dari semula 40 gram per buah menjadi 30 gram per buah.

Dengan begitu, roti yang dijual dengan harga Rp 1.000 itu tadinya muat dibungkus 13 sentimeter menjadi roti dalam kemasan plastik ukuran 12 sentimeter.

“Dari sisi bahan baku, hanya telur yang dikurangi. Selebihnya hanya menyiasati berat roti. Rasa memang jadi berkurang tapi tidak signifikan, kalau dikurangi setengah kilo,” kata Eli.

Melalui strategi ini, Roti Pakde pun tetap dijual dengan harga Rp 1.000 per buah di tingkat konsumen.

 Kabar baik dari Odessa 

Meski krisis gandum rupanya tidak berpengaruh pada harga mi instan, tetapi rupanya banyak industri kecil yang terkena dampaknya. Oleh sebab itu, pemerintah tetap harus mengupayakan pemenuhan stok gandum demi menyelamatkan mereka.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan stok gandum di dalam negeri untuk produksi mi instan cukup untuk dua bulan lebih.

“(Stok gandum) cukup untuk dua bulan lebih,” kata Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra di Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Syailendra meyakini, pasokan gandum dari sejumlah negara penghasil seperti Australia, Brasil, Argentina, dan India akan kembali meningkat pada Oktober 2022.

“Gandum itu Insya Allah di Oktober ini sudah panen semua, dan itu (harganya) akan turun, dan sekarang cenderung turun,” ujar dia.

Di sisi lain, sebenarnya sudah ada kabar baik dari Odessa, Ukraina. Sebab, kapal pertama yang mengangkut ekspor gandum Ukraina dan biji-bijian lainnya dijadwalkan berangkat dari pelabuhan Odessa pada Senin (1/8/2022).

“Keberangkatan kapal kargo Razoni yang berbendera Sierra Leone dan memuat jagung akan meninggalkan pelabuhan Odessa menuju Lebanon pada pukul 08.30,” kata Kementerian Pertahanan Turkiye dikutip dari kantor berita AFP.

Kemenhan Turkiye menambahkan, konvoi lain akan menyusul sesuai jalur maritim dan perjanjian yang disepakati antara Ukraina dan Rusia pada 22 Juli 2022.

Adapun perjanjian ekspor gandum Ukraina ditengahi Turkiye dan PBB untuk meredakan krisis pangan global, akibat pengiriman biji-bijian dari Laut Hitam terblokade karena perang Rusia-Ukraina.

Pada Rabu (27/7/2022) di Istanbul, Turkiye secara resmi membuka pusat koordinasi bersama untuk mengawasi ekspor gandum Ukraina. Fasilitas itu dikelola pejabat sipil dan militer dari Rusia, Ukraina, serta delegasi Turkiye dan PBB.

Tugas utama mereka termasuk memantau jalur aman kapal gandum Ukraina dan biji-bijian lainnya di sepanjang rute yang ditetapkan, dan mengawasi inspeksi senjata terlarang dalam perjalanan keluar-masuk Laut Hitam.

Dibukanya kembali ekpor gandum Ukraina tentu membawa angin segar bagi dunia. Sebab dengan begitu, pasokan gandum dari Ukraina bisa kembali lancar dan bisa meredam lonjakan harga gandum dunia, termasuk Indonesia.

Bagi Indonesia sendiri,  lancarnya pasokan serta turunnya harga gandum akan membuat kebutuhan dalam negeri terpenuhi sehingga mampu meredam kekhawatiran terhadap bayang-bayang kenaikan harga mi instan.

Selain itu, diharapkan dapat berdampak pada penurunan harga tepung terigu dalam negeri, sehingga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang memproduksi makanan berbahan dasar tepung terigu lainnya, turut terselamatkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *