Jakarta – Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang menyisakan cerita mengerikan. Peristiwa itu menewaskan 125 orang dan menjadi sorotan dunia.
Berikut adalah cerita-cerita dari korban peristiwa 1 Oktober 2022 itu, dihimpun detikcom hingga Selasa (4/10) malam.
Selamatkan balita, tertimpa pagar besi
Muhammad Revo Septiyan mengalami peristiwa yang diliputi gas air mata itu. Aremania asal Gresik itu berusaha menyelamatkan balita saat di Tribun 12 bersama empat temannya.
Gas air mata membuat suasana diliputi kepanikan. Balita itu menangis karena terpisah dengan orang tuanya. Dia menggendong balita itu untuk ke pintu keluar. Tapi, pagar pembatas besi roboh. Anak kecil itu lepas dari pelukannya
Terkunci di stadion
Saat gas air mata menguar dan merasuki paru-paru banyak orang di dalam stadion, saat itu pulalah pintu terkunci. Kesaksian ini diceritakan Ahmad Prayoga Saputra di RS Umum Saiful Anwar Malang.
“Polisi nembakin gas air mata,” kata Prayoga sebagaimana disiarkan CNN Indonesia TV. Dia lari menyelamatkan diri dengan mata pedih dan napas sesak, bersama banyak orang lainnya. Namun malang, pintu keluar stadion yang dia tuju ternyata terkunci. Dia terjebak bersama suporter lain.
Belakangan, dia mendengar kabar duka. Kawannya yang lepas dari pegangan tangannya ternyata sudah meninggal dunia.
Teman meninggal dunia
Angga (17) menceritakan dirinya yang berhasil selamat dari injakan-injakan saat tragedi Kanjuruhan. Sayangnya, teman Angga bernama Ahmad Fajar Khoirul (15) menjadi korban tewas.
Fajar tewas tertindih di pintu Stadion Kanjuruhan saat ribuan orang berdesakan untuk keluar, usai gas air mata dilepaskan ke arah tribun.
“Saya ditarik orang dalam desak desakan itu sampai lepas dengan teman-teman. Saya tertindih-tindih, terinjak-injak. Ambil napas aja susah, saya pasrah, udah nggak bisa apa apa,” kata Angga kepada wartawan, Selasa (4/10)
Tewas di pelukan pemain Arema
Pelatih Arema FC, Javier Roca, menceritakan dalam wawancara CNN Indonesia TV, setelah matanya terasa perih, dia melihat orang-orang menggendong mereka yang pingsan. Banyak pula yang berteriak minta tolong.
Ada 20 orang dibantu napasnya. Para pemain membantu mengipasi mereka dengan handuk dan kardus. Situasi menjadi kaos. “Dan ada berapa kasus orang yang meninggal di dalam tangan atau pelukan pemain kita sendiri,” katan Roca.
Cerita Gerbang 13 bak kuburan massal
Gerbang 13 digambarkan Eko Prianto (39) seperti kuburan massal Aremania. Dia menangis menceritakan peristiwa traumatis tersebut. Dia sendiri tidak berada di dalam stadion, tapi di luar stadion. Usai pertandingan, dia mendengar suara letusan dan orang-orang berteriak minta tolong.
Di Gerbang 10, dia melihat perempuan tidak sadarkan diri dan kemudian dia evakuasi. Di Gerbang 13 dia meliaht perempuan dan anak-anak tergeletak, bertumpuk!
“Di Gate 13 di situlah titik semacam kuburan massal teman-teman saya, Aremania. Aku nggak kuat, Mas,” ujar Eko sambil terisak, . Dia sempat minta tolong ke aparat namun malah hendak dipukul.
Bocah kehilangan ayah-ibu
Bocah SD bernama Muhammad Alfiansyah (11) menjadi yatim piatu karena tragedi 1 Oktober itu. Doni (43) dan istrinya adalah orang tua dari Alfiansyah. Mereka semua hadir di Stadion Kanjuruhan bersama sekitar 20 orang warga RT lingkungannya.
Jika Anda tergerak untuk membantu Muhammad Alfiansyah, maka berilah dukungan dengan berdonasi di berbuatbaik.id. Kabar baiknya, semua donasi yang diberikan seluruhnya akan sampai ke penerima 100% tanpa ada potongan.
Kehilangan suami
Sulastri (50) kehilangan suaminya bernama Ahmad Wahyudi (40) untuk selama-lamanya. Padahal, mereka berdua sempat bergandengan tangan erat-erat. Namun akhirnya, nahas, Wahyudi jatuh pingsan terinjak-injak suporter lain yang panik karena gas air mata.
“Kami mau pulang. Mau sampai tangga sudah ada gas air mata di depan kami, di Tribun 12. Waktu mau turun aku pegangan sama suami. Tapi lepas. Terus saya sudah nggak ingat apa-apa lagi. Sudah pingsan saya,” ujar Sulastri di Kantor Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Senin (3/10).